Peringatan (boleh diabaikan) !...Menelusuri Weblog ini dapat menyebabkan cerdas, bijaksana, serangan kantuk, serta ganguan terhadap stagnasi pikiran!.......Menulislah engkau, selama engkau tidak menulis engkau akan hilang dari masyarakat dan pusaran sejarah (Pak De Pram "Pramoedya Ananta Toer").
Murtadlo Muthhari
Tuesday, July 31, 2007

MURTADLA MUTHHARI

Murtadlo Muthhari, seorang ulama syi’ah yang menguasai khazanah keilmuan tradisional islam dan sekaligus seorang intelek yang mengerti keilmuan modern pernah dikritik oleh kawan-kawanya karena menulis karya yang sederhana dan dikonsumsi oleh orang awam.

Para pengkritik menghendaki Murtadla hanya menyediakan waktu dan pikiranya untuk karya-karya “besar” yang bermutu tinggi. Maklum ia juga sebagai seorang filsuf. Setelah menanyakan kenapa mereka tidak menyukainya, ternyata kawan-kawanya berada pada pola pikir bahwa suatu karya dianggap bagus dan besar jika karya itu rumit, njilmet, filosofis dan tidak mudah dimengerti kecuali oleh kaum intelek yang “tercerahkan”, demikian kira-kira Murtadla menyimpulkan. Ia kemudian mengkritik balik bahwa tidak semestinya kaum cendikiawan berpikiran demikian. bagi Murthadla sebuah karya yang terpenting adalah justru manfaatnya bagi kebaikan ummat. Sebauh karya akan sangat baim apabila digemari oleh orang-orang awam. Merekalah mayoritas Ummat. Dan sering dari golongan inilah muncul orang-orang saleh. Para pengamal ajaran rosul yang setia.

Kelompok yang tidak neko-neko. Keberpihakan pada kelompok ini adalah bijaksana. Ia menyayangkan para intelektual dan ulama yang memeras otak habis-habisan untuk karya-karya yang sebenarnya tidak perlu kecuali untuk sarana “unjuk gigi”.

Aku jadi teringat bumiku di indonesia, tempat aku menampakkan kaki, membaca dan menulis setiap hari, yang namanya buku menjadi barang mewah, kalo tidak aneh. Seberapa persen orang Indonesia yang masih mengaku bodoh mau membaca buku, belajar apa saja lewat karya tulis? Mengapa lebih banyak waktu untuk menonton televisi, dengerin misik, melamun atau ngobrolin kejelakan orang lain?
Apakah membaca dan diskusi adalah pekerjaan para professor saja?

Dan karena itu mereka juga menilis buku yang ‘mewah dan elitis pula, entahlah. Perlu penelitian yang telaten untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas. Tapi yang ingin aku belajar dari hal-hal tersebut adalah perlunya sikap rendah hati untuk mau mengerti apa yang diinginkan orang banyak.
Aku ingijn suatu saat dapat menulis buku murah seharga Rp 10.000,00 dan laris dibeli oleh semua kalangan seperti kasetnya Ungu dan Samsons. Buku itu menjadi top hits pembicaraan di tempat-tempat pacaran, diruang-ruang keluarga sampai ke base camp aktifis kampus. Isi bukunya bisa apa saja; dari hal yang nge-pop sampai yang berbau filsafat. Tetapi yang terpentingv adalah dapat menyentuh sebanyak mungkin orang awam dan orang-orang yang memandang ‘mewah sebuah buku karena alasan ekonomis dan bahkan waktu. Kedua, buku itu mendidik. Menghibur dan mengajak orang utnuk bersikap bijaksana dalam kehidupan. Hebat sekali kan visinya!

Secara tidak ;langsung karya yang demikian akan meruntuhkan ‘mitos’ bahwa sebuah buku hanya berisi pemikiran canggih. Dan karena disebut karya ilmiah, biasanya njelimet dan hanya dengan kening berkerut untuk bisa memahaminya. Karena harus dengan memeras otak untuk membacanya, maka hanya orang-orang tertentu yang dapat melakukanya. Dan karena ini elitis, maka orang kebanyakan silahkan menjauhkan diri. Dan karena bangsa ini terdiri dari orang-orang awam, maka semakin panjanglah nyanian kebodohan berkibar!
 
madhayudis's . at 8:01 PM | Permalink


1 Komentar:


At 1:15 AM, Anonymous Anonymous

yang bikin mahal tuh buku itu copyright nya, dalam Islam gak ada Hak Cipta, makanya para ulama terdahulu bisa bikin ratusan buku bermutu yang bisa dimiliki oleh semua orang.